Sabtu, 05 Februari 2011

MENGGUGAT ATAU MENSYUKURI? Kita Sendiri Yang Menentukan


MENGGUGAT ATAU MENSYUKURI?

Kita Sendiri Yang Menentukan

Dalam menjalani hidup ini, kita selalu dihadapkan pada pilihan. Bagaimana cara dan seberapa kadar kita merespon atas sesuatu yang menimpa kita, misalnya, terkembali kepada kita sepenuhnya. Ibaratkan seperti cerita berikut ini. Suatu saat, kita pulang dari bepergian, naik pesawat, dan kopor yang dibagasikan, ternyata ketinggalan. Bagaimana dan seperti apa kita mereaksinya?

Semakin banyak jumlah dan ragam barang isi kopor tersebut maka semakin beraneka kekhawatiran berkecamuk di pikiran kita. Semakin berharga atau bernilai tinggi isi kopor maka semakin besar dan berat rasa ketakutan kita. Umpama saja, isi kopor tersebut emas batangan, maka bisa-bisa kita menuntut pihak penerbangan hingga ke pengadilan. Beda lagi halnya jika kopor hanya berisi pakaian, lebih-lebih cuma pakaian kotor. Jadi, kadar reaksi kita sangat dipengaruhi oleh kadar kepentingan kita terhadap isi kopor tersebut.

Bisa juga terjadi, isi kopor sebenarnya cuma pakaian kotor. Akan tetapi kita mereaksinya dengan sangat marah kepada pengelola penerbangan. Kita bisa menjadi seperti pengkhotbah di hadapan pihak penerbangan tentang budaya pelayanan dan kerja profesional sebuah perusahaan moderen. Kita punya kesempatan untuk memnyalahkan dan membodoh-bodohkan mereka dengan cara mendera pertanyaan : bagaimana perusahaan Anda koq bisa melakukan kecerobohan seperti itu? Sekali lagi, itu semua, adalah pilihan bagi kita.

Namun demikian, selain memilih yang di atas, bisa juga kita berpikir lebih jernih. Mula-mula kita berusaha menemukan dan menangkap tujuan pokok dari perjalanan pulang dengan pesawat tersebut. Oh, ternyata yang paling utama adalah bahwa kita bisa sampai dengan selamat dan kembali berkumpul bersama keluarga. Lagipula, kopor yang tertinggal itu, masalahnya, hanya kedatangan yang tertunda, bukan kehilangan. Jika dipikir-pikir lagi, meskipun penerbangan kita hanya menggunakan pesawat kecil dengan baling-baling, tapi karena kondisi cuaca waktu itu sangat cerah sehingga pesawat bisa terbang dengan tenang. Kita yakin, keselamatan penerbangan bukan hanya karena besar-kecilnya pesawat tapi lebih ditentukan oleh keadaan alam. Pesawat besarpun akan terjungkal jika cuaca tidak bersahabat. Terlebih lagi, penerbangan tersebut ternyata satu-satunya di hari itu. Tidak ada lagi karena memang jadwalnya sekali dalam sehari. Sebenarnya bisa saja karena alasan teknis sehingga penerbangan menjadi tertunda esok harinya.

Sub-hanallaah .... !! Seumpama kita terlanjur telah memilih salah satu dari contoh reaksi yang disebutkan di awal, maka artinya kita telah membiarkan pikiran dan nafsu untuk merampas rasa bersyukur yang sudah semestinya kita lakukan. Itu semua terjadi di dalam diri kita sendiri. Tidak ada yang mendikte. Kita sendirilah yang menentukan.